Teramini, Terwujud dari Ikhlas dan Syukur
Kalau saja tak banyak mengingat Sang Khalik, mungkin aku sudah membuat keputusan ceroboh yang menghancurkan hidup.
Puncaknya di April ini, kepenatanku secara fisik dan psikis benar-benar memuncak. Rasanya tumpukan segala varian emosi sudah menumpuk di ujung kepalaku bak toples roti kaleng assorted berisi berbagai varian roti.
Wajar. Pantas. Di April ini bukan hanya beban kerja di meja kantor yang membludak tapi beban masalah pribadi pun ikut-ikutan hadir.
Di tengah banyaknya berkah itu, aku terus dituntut untuk selalu cepat memutuskan dua pilihan yang membingungkan dengan masing-masing konsekuensi dan tanggungjawab yang berat. Baik itu untuk kehidupan pribadi maupun pekerjaan.
Dan ironisnya, tekanan untuk selalu mampu dan hebat itu tidak selamanya menyemangati tapi malah bisa jadi melelahkan.
Jujur, aku yang sering dipandang hebat, jago kayak ayam, super kayak cairan pel pun sebenarnya berulang kali pengen mundur dari setiap perjalanan yang sedang dijalani saat ini. Asli, di saat orang lain bilang gak sanggup kalau menjadi aku, aku sendiri pun hampir gak sanggup.
Lagu Teramini dari Ghea jebolan Indonesian Idol seperti mewakili pikiranku. Kira-kira, Tuhan masih mendengar doa-doaku gak ya? Atau Dia juga sibuk seperti aku? Atau aku yang terlalu sibuk seperti hampster sampai tak bisa mendengar suaraNya?
Ternyata, dari merenung aku baru sadar, kurangnya bersyukur dan kurangnya ikhlas itu yang membuatku lebih cepat lelah. Aku kurang bersyukur karena membandingkan diri dengan keadaan orang lain. Aku kuang ikhlas ketika aku gagal mendapatkan apa yang kuinginkan.
Di April inni, aku dan teman-teman kantor berkunjung ke salah satu Panti Asuhan di kotaku. Melihat mata mereka yang berbinar bahagia dan semangat melantunkan doa dan ayat-ayat suci, menyadarkan aku untuk selalu bersyukur dan ikhlas.
Tak lama aku membagikan foto-foto kami di sosial media, salah satu pengikutku DM mengatakan bahwa dia salah satu alumni panti asuhan tersebut. Dan saat ini dia sudah mandiri dan bisa berkarya bahkan bekerjasama dengan Kemenkominfo.
Dari situ aku belajar, sesulit apapun hidup, aku harus terus mencari apa saja yang patut disyukuri. Dan aku harus bisa ikhlas ketika impian dan harapan tak terwujud. Dengan begitu, aku bisa lebih kuat mewujudkan impian dan harapan baru. Dan semoga semua doa-doaku bisa TERAMINI ketika Tuhan mendengar syukurku dan melihat ikhlasku.